Kondisi infrastruktur irigasi di Indonesia masih banyak yang mengalami kerusakan dalam berbagai tingkatan. Jumlah penduduk dan kebutuhan akan pangan yang semakin meningkat,menyebabkan kebutuhan air irigasi tidak saja dituntut meningkat dari sisikuantitas, namun dari mutu pelayanan kepada masyarakat petani juga dituntut meningkat sesuai dengan perubahan masa kini.
Permasalahan debit di dalam jaringan irigasi teknis, khususnya di saluran tersier, menjadi pokok permasalahan dalam pembagian air yang masuk ke petak sawah. Air irigasi merupakan salah satu inputbudidaya pertanian yang sangat mempengaruhi produktivitas lahan. Dalam rangka peningkatan pelayanan infrastruktur irigasi untuk menjamin kuantitas air yang diperlukan sesuai dengan kebutuhan,maka diperlukan bangunan ukur yang andal di jaringan irigasi.Saat ini, bangunan ukur debit yang umum digunakan banyak yang tidak sesuai dengan standar, antara lain ketidaktepatan dimensi, bentuk, penempatan, ataupun peilschallalat ukur.
Bangunan ukur yang banyak terpasang di lapangan adalah ambang lebar, romijn, long throat flume, dan cipoletti, yang semuanya memiliki ambang yang sering dirusak oleh petani karena dianggap menghambat aliran terutama pada saat debit dan muka air pada aliran rendah.Seiring dengan perkembangan teknologi, Balai Litbang Irigasi telah menciptakan teknologi bangunan ukur debit modular, yaitu bangunan ukur Cut Throat Flume(CTF), yang mengikuti kaidah standar hidraulis tertentu sesuai dimensi dan debit saluran, serta memberikan mutu akurasi pembacaan yang jauh lebih baik.
Tujuan penerapan teknologi CTF modular ini untuk dibangun di saluran irigasi,dalam rangka mendukung program modernisasi irigasi menujupengelolaan irigasi yang lebih efektif dan efisien. Keunggulan teknologi CTF modular ini antara lain mudah, cepat, dan murah dalam perakitan dan pemasangan, serta operasi dan pemeliharaannya tidak sulit, hasilpengukurannya jauh lebih akurat, serta peralatan ukurnya dapat dikunci supaya tidak terganggu vandalisme. Selain itu teknologi ini dapat diproduksi massal secara industri menggunakan bahan material lokal untuk dikembangkan di daerah irigasi seluruh Indonesia, dan mungkin juga untuk komoditas ekspor ke luar negeri.
Dari sisi inovasi dan kreativitas, para peneliti dan perekayasa juga berpotensi mendapatkan hak atas kekayaan intelektual dan paten